Jumat, 11 Desember 2009

Menyikapi Peristiwa Dunia Penerbangan

Berbagai kejadian yang menimpa dunia penerbangan komersial Indonesia (accidents, serious incidents and other incidents yang diusulkan di dalam pertemuan ICAO 1992 ke dalam Annex 13 Konvensi Chicago 1944)

jelas-jelas menghendaki suatu ketegasan/kepatuhan mutlak terhadap berbagai pengaturan tercantum di dalam Standard and Recommended Practices, Annex 13 tersebut. Ditarik dari isi Annex 13 ini, kita harus menyikapi apa yang dimaksud dengan pengklasifikasian kejadian-kejadiannya yang diarahkan kepada “accident investigation”, karena secara alamiah, investigasi semacamnya merupakan “sikap reaktif”, dan di mana dari “safety” penerbangan, “accidents”/incidents itu dapat dikatakan jarang-jarang terjadi, akibat ketatnya tata cara dan sifat teknologi (penerbangan itu sendiri).

Suatu investigasi kecelakaan penerbangan wajib dilakukan melalui 2 jalur yang terpisah, dengan prinsip-prinsip/syarat-syarat yang jauh berbeda dan kadangkala bertentangan. Jalur yang ditempuh itu adalah investigasi teknis dan investigasi yuridis. Dan pada kenyataannya penulis tidak menemukan pembagian jalur semacam ini yang dengan secara tegas-jelas di dalam legislasi nasional, tidak jelas atau belum diatur, walaupun Annex 13 itu berlaku mengikat.

Pemisahan tata cara investigasi disebabkan titik tolak yang berbeda. Kedua-duanya harus independen – bebas dan tidak dibenarkan dicampuri – diintervensi oleh pihak manapun juga, terutama oleh lembaga-lembaga pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya kedua badan investigasi tersebut seringkali bertentangan, karena dimana investigasi teknis diarahkan kepada cara bagaimana “accidents – incidents” semacamnya tidak terulang lagi/dapat dicegah seraya meningkatkan “air safety” kegiatan penerbangan sipil-komersial, maka investigasi yuridis mencari bidang-bidang kesalahan kriminal – perdata yang berkaitan dengan “legal liability”/tanggung jawab hukum yang berbentuk ganti rugi jumlah financial. Disinilah harus diteliti peranan pihak asuransi.

Pokok permasalahan di bidang investigasi teknis (teliti Annex 13 dalam pedomannya) yang perlu diteliti secara singkat adalah sebagai berikut

1. Kelaikan pesawat (Air worthiness).

2. Sertifikasi berbagai peralatan pesawat tersebut.

3. Kemampuan operasi (flight operation).

4. Pemeliharaan (maintenance)

5. Licensing.

6. ATC atau operasi bandar udara.

7. Pihak-pihak yang terkait dengan penerbangan dan mungkin bertentangan dengan penugasannya.

8. lain-lainnya.

Adapun tujuan daripada pokok tersebut terdahulu adalah.

- Kemungkinan adanya “conflict of interests” antara tim investigasi teknis dan yuridis.

- Meneliti/mencatat kemungkinan kurangnya data.

- Kewajiban agar hasil investigasi tersebut ditindak lanjuti oleh pejabat-pejabat yang berwenang (dibuat-diperbaiki-koreksi aturan-aturan yang perlu dan diumumkannya hasil investigasi tersebut).

- Investigasi independen.

- Menyadari adanya kerjasama-saling bantu-membantu antar negara yang mungkin “at no cost”.

- Tersedianya pengaturan-pengaturan yang terkait atau kemudian kemampuan/kesadaran mengisi tata-cara/pengaturan yang masih kurang di bidang tersebut.

Ada baiknya penyusun Undang-Undang/pengaturan penerbangan menyadari bahwa mereka, dalam usaha penyusunan rancangan undang-undang/pengaturan penerbangan komersial ini harus dibekali oleh pengetahuan dan kemampuan sebagai berikut.

1. Metoda sistimik khusus untuk pemanfaatan ruang udara (dan ruang angkasa-air/outer space).

2. Bentuk ruang udara, ruang angkasa sebagai bagian kecil dari dirgantara (ingat: Big Bang, hasil penelitian Plato, Plotemius, Corpenicus, Galilei-Galileo, Einstein, Hawking, etc).

3. Bentuk negara kita (nusantara).

4. Lokasi diantara 2 benua –samudera

5. Tata cara pendekatan: jangka pendek –panjang/lingkup-lingkup.

6. Latar belakang/dasar-dasar yang harus diteliti:

- air-space power Indonesia.

- sistem hukum berbagai negara

- studi perbandingan.

- meneliti sekian banyak konvensi, kebiasaan penerbangan (Pasal 38,1 Statuta Peradilan Internasional).

- Kodifikasi Hukum Udara – Hukum Ruang Angkasa yang jumlahnya cukup banyak.

Maka dengan bekal pengetahuan tersebut terdahulu, kiranya Indonesia akan mampu mengembangkan pemanfaatan ruang udara-ruang angkasa, kegiatan mana merupakan puncak piramida pengembangan ilmu, teknologi – hukum di bidang kedirgantaraan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar