Selasa, 23 Februari 2010

Quick Tutorial ILS approach for 737 classic

http://www.indoflyer.net/content.asp?ContentId=29039

Flight Simulator Session :: Zinertek Ultimate Airport Environment

Mungkin anda pernah menggunakan Airport Environment Upgrade untuk menambah kerealistikan flight simulator anda, add-on ini dapat di-unduh gratis dari avsim.net. Add-on ini mengganti hampir semua texture bawaan flightsim antara lain ground scenery, forest, tress dan lainnya.

Produk keluaran Zinertek ini tidak hanya mengganti texturenya, tetapi juga bentuk gedung-gedung terminal yang baru, hanggar dan masih banyak lagi!

Dalam instalasinya, anda dapat memilih satu dari 3 pilihan ukuran texture tergantung seberapa kuat sistem anda.

Klik disini untuk lebih lanjut.


Compatible : FS2004

Senin, 22 Februari 2010

Green Aviation Indonesia



Cita-cita mulia demi mewujudkan industri penerbangan yang tidak tergantung pada bahan bakar fosil bukan perkara mudah. Tapi dengan kerja keras hal ini dapat terwujud dimasa depan. Bagaimana dengan industri penerbangan di Indonesia ?

Industri penerbangan menggunakan derivatif hasil dari penyulingan minyak bumi berupa Jet-A atau yang lebih dikenal sebagai avigas/avtur buat bahan bakar pesawat terbang. Pertamina Aviation, anak perusahaan dari Pertamina menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab dalam pengadaan avtur di Indonesia. Tahun 2008 industri penerbangan, tidak terkecuali penerbangan nasional mendapat pukulan hebat saat krisis minyak dunia.

Saat krisis, harga minyak melambung melampaui rekor mencapai angka diatas $100 lebih per liter. Di Indonesia perkembangan harga avtur dari Pertamina Aviation bergantung kepada harga minyak dunia dan kurs US Dollar terhadap rupiah plus biaya lain seperti PPN, biaya transport, dan margin keuntungan.
Kisaran harga bulan Mei-April 2008 menunjukan variasi puncak harga bahan bakar di bandara-bandara wilayah Indonesia sebesar Rp.9,548-10,219 per liter. Padahal sebuah pesawat narrow body sekelas Boeing 737 membutuhkan setidaknya 18,000-20,000 liter sekali terbang.

Kebijakan fuel surcharge yang ditetapkan Departemen Perhubungan (Dephub) hanya sekedar “gali lubang tutup lubang” mengingat harga tiket yang ditetapkan maskapai adalah harga sebelum kenaikan harga minyak, tidak terlalu banyak berpengaruh menyelesaikan masalah. Beruntung situasi mulai pulih akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009. Beruntung pula tidak ada maskapai nasional yang gulung tikar, padahal di dunia sudah banyak maskapai yang kolaps.

Bahan Bakar Alternatif

Menghadapi ketergantungan terhadap minyak bumi, pemerintah, maskapai, pabrik pesawat, lembaga riset bahkan dari perusahaan minyak telah bekerjasama membuat bahan bakar alternatif. IATA (International Air Transport Association) mensyaratkan bahwa bahan bakar pengganti avtur harus berkualitas sama (atau bahkan lebih) dan dengan pemakaian sama praktisnya dimana tidak perlu sampai mengubah rancangan pesawat atau tempat penyimpanan bahan bakar.

Gas alam menjadi solusi. Produk GTL (Gas To Liquid) buatan Shell sudah diujicoba walaupun masih berupa campuran 40-60 dengan avtur pada tes salah satu mesin Airbus A380 Super Jumbo awal tahun 2008 dan campuran 50-50 pada penerbangan Airbus A340 maskapai Qatar selama 6 jam, dari London ke Doha, bulan Februari setahun kemudian.
Siklus Biofuel

Siklus Biofuel – Tanaman biofuel menghasilkan hidrokarbon (A) dipanen lalu oleh pabrik penyulingan dihasilkan bahan bakar biofuel (B). Biofuel dipakai buat pesawat terbang (C) yang menghasilkan hasil pembakaran berupa CO2. CO2 (plus air) dengan bantuan matahari diproses secara fotosintesis oleh tanaman biofuel yang menghasilkan hidrokarbon (D). Siklus kembali berputar.

Solusi lainnya adalah biofuel atau bahan bakar dari tanaman. Bukan hal yang baru apalagi saat penjajahan Jepang dulu, rakyat Indonesia dipaksa menanam jarak di pekarangan rumah yang diproses menjadi bahan bakar pesawat terbang buat kepentingan perang. Sekarang jarak (jatropha) diujicoba pada Boeing 767 Air New Zealand akhir Desember 2008.
Selain itu, tanggal 8 Januari 2009 Continental Airlines dengan pesawat Boeing 737-800 menguji terbang biofuel yang berasal dari kombinasi algae (ganggang) dan jarak. Maskapai yang baru-baru ini menyatakan bangkrut, Japan Airlines (JAL) sempat menguji coba biofuel campuran tanaman camelina (sebangsa rerumputan), algae, dan jarak pada salah satu mesin Boeing 747 akhir Januari 2008.

Seluruh pengujian ini sama-sama mendapatkan hasil yang baik, emisi polusi rendah, tanpa perlu modifikasi apapun dengan performa mesin tidak berpengaruh. Uji coba memang belum memakai 100% biofuel tapi hanya 50-50 dengan campuran avtur. Tapi ini membuktikan kepraktisan. Sebuah pesawat yang terbang menggunakan avtur tidak perlu repot membuang/menguras tangki bahan bakarnya jika bandara tujuan hanya menyediakan biofuel atau sebaliknya.

Industri Penerbangan Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia ? Meskipun Pertamina bekerja sama dengan swasta telah membuat proyek pembuatan bahan bakar alternatif seperti pengolahan etanol menjadi DimethylEter (DME), hanya ditujukan sebagai bahan bakar kendaraan dan kebutuhan rumah tangga. Belum ada satupun realisasi buat sektor industri penerbangan.

Padahal kebutuhan bahan bakar di sektor transportasi udara sangat besar seiring dengan peningkatan pemakai jasa udara baik penerbangan domestik maupun internasional. Angka dari INACA (Indonesia National Air Carrier) menunjukan perkiraan peningkatan jumlah penumpang sebesar 9% tahun ini.
Tahun lalu saja anggota INACA mengangkut total 37.5 juta penumpang. Angka dari Dephub tidak terlalu jauh berbeda, kenaikan 10% dengan rincian 43.5 juta penumpang domestik dan 4.95 juta penumpang internasional tahun 2009. Situasi baru saja pulih dari krisis minyak tapi ini bisa saja kembali goncang jika krisis kembali terjadi. Pertamina lewat Pertamina Aviation seyogyanya bisa memulai aplikasi bahan bakar alternatif buat industri penerbangan nasional.

Sebenarnya apa yang kurang dari Indonesia ? Kaya akan gas alam dan tanah yang subur buat pertanian penghasil biofuel. Pertamina bisa mencontoh Shell dengan membuat GTL yang disuling pada kilang Shell di Malaysia. Diakui pembuatan GTL dengan metode Fischer Tropsceh bukan sesuatu yang mudah dan butuh investasi besar tapi ini bisa dimulai dengan kerjasama saling menguntungkan antar dua perusahaan.

Kerjasama antar perusahaan dalam negeri juga perlu dilakukan seperti Pertamina Aviation dengan maskapai milik pemerintah Garuda Indonesia misalnya. Maskapai Virgin Atlantic patut dijadikan contoh pula bahwa maskapai bisa menjadi pionir dalam pengembangan bahan bakar alternatif.
Pemilik dan pendiri Virgin Atlantic, Sir Richard Branson bahkan mendirikan perusahaan baru yaitu Virgin Fuel, membuat bahan bakar dari minyak babassu, tanaman masih berfamili kelapa yang banyak tumbuh di Brazil. Walaupun hanya berkomposisi 20% dengan dicampur avtur tapi sukses pada uji coba penerbangan Boeing 747 miliknya awal tahun 2008.

Jangan lupa melibatkan pihak kampus. IPB sebagai kampus yang berbasis pertanian dapat meriset lebih lanjut pemanfaatan tanaman lain, tidak sebatas jarak dan minyak kelapa karena setiap tanaman secara garis besar dapat menghasilkan hidrokarbon. Tidak ketinggalan peran kampus berbasis teknologi seperti ITB, ITS, dan perusahaan berbasis teknologi penerbangan seperti PT. Dirgantara Indonesia yang bisa membuat alat pengolah biofuel sekaligus membantu kelayakan penerapan bahan bakar alternatif buat pesawat terbang.

Bayangkan peran serta yang terjalin jika dapat terwujud. Betapa keuntungan akan melibatkan industri yang lain mulai dari pertanian, penyulingan, distribusi, transportasi, dan banyak lainnya. Bahkan belum terwujud sekalipun hal ini telah mendapat tentangan. Yang kontra menyatakan proses produksi bahan bakar alternatif justu lebih merusak lingkungan hidup. Seperti pembukaan hutan buat ditanami tanaman biofuel.

Yang pro justru membela bahwa ini baru tahap awal buat pengembangan selanjutnya menjadi lebih baik. Alga misalnya bisa menjadi pengembangan lebih lanjut karena tidak tergantung kepada tanah pertanian melainkan bisa memanfaatkan perairan.
Kiprah British Airways (BA) baru-baru ini bisa ditiru dengan memanfaatkan biomassa yang berasal dari sampah. Menurut rencana, fasilitas pengolahan biomassa milik BA dan investor asal Amerika, Solena Group akan menghasilkan 16 juta galon bahan bakar low carbon dari 500,000 ton limbah sampah organik dan makanan. Belum ada informasi lebih lanjut karena diperkirakan baru akan diproduksi tahun 2014.

Pengembangan bahan bakar pengganti avtur masih melalui jalan panjang tapi harus dimulai segera dan belum terlambat. Seandainya ini dapat terwujud bahan bakar alternatif dapat menjadi simbol kemandirian bangsa Indonesia dan membangun bukan hanya sekedar industri penerbangan melainkan sebuah impian industri penerbangan yang bertumpu dan ramah terhadap lingkungan sebagai perwujudan dari cita-cita green aviation. (Sudiro Sumbodo, Jakarta, 2010)

Referensi :

  1. Air & Space, “Fly Green”, September 2007.
  2. Kontan, “Sebelas Maskapai Siap Terbangi Langit Indonesia”, 18 Februari 2010.
  3. Suryo Suprojo, Cucuk, makalah seminar PII BKT, “Pengaruh Kenaikan Harga Bahan Bakar Pesawat Udara Terhadap Perkembangan Transportasi Udara Di Indonesia”, Jakarta, 19 Mei 2008.

Internet :

  1. www.cleantech.com, “British Airways to Power Aircraft From Waste Biomass”, 17 Februari 2010.
  2. www.earth2tech.com, “Green Aviation: It’s All About Biofuels, But Get Ready to Wait”, 8 September 2009.
  3. www.iata.org, “Fact Sheet : Alternative Fuels”, Februari 2010.
  4. www.pertamina.com, “DimethylEter Sebagai Bahan Bakar Alternatif”, 2009.
  5. www.wikipedia.org, “Aviation Bio Fuel”, 19 Desember 2009

About Airbus


Some of the advances incorporated in the Airbus product line have been groundbreaking, while others were incremental. All have contributed to making Airbus aircraft the most advanced on the market.
Airbus’ reputation for innovation started with the A300 – the cornerstone of its aircraft family. When it entered service in 1974, the A300 was the airline industry’s first twin-engine widebody aircraft. Its optimised fuselage cross-section was retained for the A330 and A340 airliners that followed, providing widebody comfort for passengers and accommodating industry-standard LD3 containers side-by-side in the lower-deck cargo hold.

The A300 was equipped with Category IIA autoland capability in 1977, allowing the aircraft to land in limited visibility. In the early 1980s, the A300 became the first twin-aisle aircraft to have a two-crew cockpit with all instruments in front of the pilots, using the latest in digital technology. Soon after, Airbus introduced advanced cathode ray tube cockpit displays and composite materials in secondary structures on the A310.

By 1985, composites were applied on primary structures and in the innovative drag-reducing wingtip devices that were being introduced on the A310-300. Today, composites are used throughout with the A380, the sole aircraft employing them in the centre wing box and rear fuselage.

The world’s first carbon-fibre keel beam for a large commercial aircraft was built for the A340-600, and Airbus’ 21st century airliner – the 555-seat A380 – is continuing the tradition of innovation with the increased use of carbon fibre reinforced plastic (CFRP), and the first application of glass fibre-aluminium laminate on a civil airliner. Airbus was also the first to introduce laser beam welding on a civil aircraft—a technology that began on the A318, and which is now used extensively on the A380.

Airbus broke new ground in 1988 for aircraft systems with the introduction of electronically-managed fly-by-wire flight controls and side-stick controllers on the A320 – advanced features that have become favourites of pilots around the world, and which are employed across the Airbus family of aircraft.

Further advances in systems have been made on subsequent Airbus aircraft, with innovations for the A380 including high-pressure hydraulics and variable-frequency electrical generation – both of which reduce weight and boost system performance. Other advances for the A380 include an Autopilot Traffic Collision Avoidance System that offers additional protection when compared to conventional TCAS systems, and the Airbus-patented “Brake-to-Vacate” technology – which allows pilots to select an appropriate runway exit when landing and regulate the aircraft’s speed and deceleration accordingly

Tentang pesawat terbang

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara diterbangkan pertama kali oleh Wright Bersaudara (Orville Wright dan Wilbur Wright) dengan menggunakan pesawat rancangan sendiri yang dinamakan Flyer yang diluncurkan pada tahun 1903 di Amerika Serikat. Selain Wright bersaudara, tercatat beberapa penemu pesawat lain yang menemukan pesawat terbang antara lain Samuel F Cody yang melakukan aksinya di lapangan Fanborough, Inggris tahun 1910. Sedangkan untuk pesawat yang lebih ringan dari udara sudah terbang jauh sebelumnya. Penerbangan pertama kalinya dengan menggunakan balon udara panas yang ditemukan seorang berkebangsaaan Perancis bernama Joseph Montgolfier dan Etiene Montgolfier terjadi pada tahun 1782, kemudian disempurnakan seorang Jerman yang bernama Ferdinand von Zeppelin dengan memodifikasi balon berbentuk cerutu yang digunakan untuk membawa penumpang dan barang pada tahun 1900. Pada tahun tahun berikutnya balon Zeppelin mengusai pengangkutan udara sampai musibah kapal Zeppelin pada perjalanan trans-Atlantik di New Jersey 1936 yang menandai berakhirnya era Zeppelin meskipun masih dipakai menjelang Perang Dunia II. Setelah zaman Wright, pesawat terbang banyak mengalami modifikasi baik dari rancang bangun, bentuk dan mesin pesawat untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara.

Kategori dan klasifikasi

Lebih berat dari udara

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara disebut aerodin, yang masuk dalam kategori ini adalah autogiro, helikopter, girokopter dan pesawat bersayap tetap. Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang berupa mesin piston (dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atau turboprop) untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat, lalu pergerakan udara di sayap menghasilkan gaya dorong ke atas, yang membuat pesawat ini bisa terbang. Sebagai pengecualian, pesawat bersayap tetap juga ada yang tidak menggunakan mesin, misalnya glider, yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara panas. Helikopter dan autogiro menggunakan mesin dan sayap berputar untuk menghasilkan gaya dorong ke atas, dan helikopter juga menggunakan mesin untuk menghasilkan dorongan ke depan.

Lebih ringan dari udara


Sebuah balon udara.

Pesawat terbang yang lebih ringan dari udara disebut aerostat, yang masuk dalam kategori ini adalah balon dan kapal udara. Aerostat menggunakan gaya apung untuk terbang di udara, seperti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air. Pesawat terbang ini umumnya menggunakan gas seperti helium, hidrogen, atau udara panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut. Perbedaaan balon udara dengan kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin, sedangkan kapal udara memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali.

All About Boeing 747

Boeing 747, juga dikenal sebagai Jumbo Jet, adalah pesawat penumpang terbesar kedua saat ini, setelah pesawat A380 yang akan beroperasi pada akhir Oktober 2007.

Pesawat empat mesin ini, diproduksi oleh Boeing Commercial Airplanes, menggunakan konfigurasi dua dek dimana dek atas digunakan untuk kelas bisnis. Konfigurasi 3-kelas (kelas pertama, kelas bisnis dan kelas ekonomi) mampu menampung 400 penumpang dan konfigurasi 1-kelas (hanya kelas ekonomi saja) mampu menampung 600 penumpang.

747 dapat terbang pada kecepatan yang tinggi (umumnya 0,85 Mach atau 909 kilometer per jam) dan mampu terbang antara benua (dengan jarak maksimum 13.570 km untuk seri 747-400, seperti terbang dari New York ke Hong Kong tanpa henti). Pada tahun 1989, Qantas terbang tanpa henti dari London ke Sydney, jarak penerbangan tersebut adalah sejauh 18.000 km dan di selesaikan dalam waktu 20 jam 9 menit. Namun penerbangan itu tidak mengangkut penumpang maupun kargo (pesawat kosong). Pada Mei 2004, 1382 pesawat Boeing 747, dengan berbagai konfigurasi, telah diperbaiki atau disempurnakan, menjadikan 747 salah satu produk Boeing yang paling sukses

Boeing 747 lahir pada waktu industri udara era 60-an sedang maju pesat. Era pesawat komersil pada waktu itu, dijuarai oleh Boeing 707 yang telah membuat satu revolusi di dalam perjalanan udara jarak jauh dan merealisasikan konsep "Kota Global". Pada waktu itu, Boeing sudah pun mengkaji pesawat yang besar untuk memenangi kontrak dari Tentara Amerika Serikat tetapi kalah kepada Lockheed C-5 Galaxy. Pan Am, klien setia Boeing pada waktu itu, meminta Boeing membuat sebuah pesawat penumpang yang besar, 2 kali ukuran Boeing 707. Maka, pada tahun 1966 Boeing mengeluarkan satu garis panduan mengenai konfigurasi pesawat penumpang yang akan dinamakan Boeing 747. Pan Am memesan 25 buat seri 747-100. Pada mulanya, desain pesawat ini adalah pesawat dua tingkat penuh atau 'double decker' tetapi karena masalah evakuasi pesawat ketika keadaan darurat, ide ini diganti menjadi sebuah pesawat berbadan lebar.

Ketika itu, Boeing 747 diperkirakan akan digantikan oleh pengangkutan supersonik. Maka Boeing membuat ulang Boeing 747 supaya dapat dirubah menjadi pesawat kargo, untuk berjaga-jaga apabila permintaan bagi versi penumpang akan menurun suatu hari nanti dan hanya versi kargo yang mampu bertahan. Maka kokpit pesawat itu dipindahkan ke dek atas agar moncong pesawat dapat dibuat untuk dibuka menjadi satu pintu kargo. Pada mulanya dek atas digunakan untuk kelas pertama dan lobi/bar tetapi saat-saat ini dek itu biasanya digunakan sebagai tempat duduk ekstra. Dengan perkiraan penjualan hanya sebanyak 400 unit, 747 mampu bertahan dari kritik-kritik dan pada tahun 1993 sebanyak 1000 pesawat berhasil dibuat.

Perakitan 747 adalah satu proses yang rumit. Hal ini disebabkan karena Boeing tidak mempunyai bangsal pesawat yang cukup besar untuk menampung pesawat-pesawat itu. Maka, perusahaan ini terpaksa membuat satu pabrik di Everett, Washington, dimana pabrik tersebut menjadi pabrik terbesar yang pernah dibuat. Pratt and Whitney pula pada waktu itu membangunkan satu mesin turbofan yang cukup besar, JT9D, untuk Boeing 747. Maka, untuk keselamatan dan kemampuan terbang, Boeing 747 dibuat dengan 4 sistem hidrolik untuk keadaan darurat, kontrol permukaan yang terpisah, berbagai macam 'stuctural redundancy' dan 'flaps' yang kompleks yang membolehkan 747 digunakan pada landasan biasa.

Pada mulanya, banyak perusahaan penerbangan yang ragu terhadap Boeing 747. Waktu itu, pesaing Boeing, McDonnell Douglas dan Lockheed, sedang membuat pesawat berbadan lebar dengan tiga mesin yang dinamai 'trijet', yang lebih kecil dari 747. Malahan kebanyakan perusahaan penerbangan merasa bahwa 747 terlalu besar untuk penerbangan jarak jauh dan dengan itu mereka berinvestasi pada proyek 'trijet'. Terdapat juga keraguan akan kemampuan 747 untuk beroperasi dengan infrastruktur lapangan terbang ketika itu.

Satu lagi isu yang diangkat oleh perusahan penerbangan adalah penggunaan bahan bakar. Ini karena penggunaan bahan bakar pesawat 'trijet' lebih rendah dari pesawat empat jet dan perusahaan penerbangan tentunya lebih cenderung memilih biaya bahan bakar yang rendah. Isu ini telah menghantui Boeing pada 1970.

Bagaimanapun, Boeing telah berjanji untuk mengantar 747 kepada Pan Am, dalam masa kurang empat tahun, Boeing perlu membuat dan menguji pesawat itu. Dalam tempo yang singkat ini, proses pembangunan membuat mereka yang terlibat dalam proyek ini berkerja dalam keadaan yang sangat menekan dan mereka ini disebut sebagai 'The Incredibles'. Biaya yang tinggi untuk pembangunan pesawat ini dan pembinaan infrastuktur di Everett merupakan satu pertaruhan bagi Boeing dan keberhasilan perusahaan ini bergantung kepada keberhasilan 747. Boeing hampir gulung tikar pada tahun 1970. Namun, Boeing memenangi pertaruhan ini pada akhirnya dan Boeing memonopoli pengangkutan berbadan lebar selama 35 tahun. Kedatangan Airbus A380 memecah rekor Boeing.

Variasi

747 dibuat dengan beberapa seri untuk memenuhi kehendak klien.

747-100

Model pertama 747 adalah 747 seri 100 (747-100), diresmikan di Everett pada 2 September 1968. 747-100 mulai beroperasi pada 1 Januari 1970 dengan klien pertama Pan American World Airways. 747-100B kemudian menggantikan 747-100, dengan fuselage yang lebih kokoh dan rangkaian ban yang kebih kuat. Terdapat juga seri 747-100SR yang mampu menampung 550 penumpang dan digunakan untuk penerbangan domestik di Jepang. Seri 100 mampu terbang sejauh 7.200 km dengan muatan yang penuh.

Dek atas 747-100, biasanya mempunyai 3 jendela, membedakan pesawat ini dengan pesawat-pesawat yang lain. Pada mulanya, dek atas digunakan sebagai lounge, namun maskapai-maskapai penerbangan kemudian menggunakan dek atas untuk tempat duduk penumpang.

747-200

Diperkenalkan pada tahun 1971, 747-200 mempunyai daya yang lebih tinggi dan mampu terbang dengan muatan yang lebih berat, jika dibandingkan dengan seri 100, dan karenanya 747-200 dapat terbang lebih jauh. 747-200 dapat dibedakan dengan seri 100 dengan jumlah jendela tingkat atas yaitu sebanyak 10 jendela, sedangkan seri 100 memiliki 3. Variasi seri 200 yang terakhir, 200B, dibuat pada akhir 1980an, mampu terbang 10.800 km dengan muatan yang penuh.

Seri 747-200C dan 200F dibuat untuk pesawat kargo. 747-200F adalah pesawat kargo sepenuhnya, 747-200C adalah seri yang dapat ditukar menjadi pesawat kargo ataupun pesawat penumpang. Seri gabungan pesawat penumpang dan pesawat kargo digelar pesawat combo. Tidak seperti seri 100, kebanyakkan 200 dijadikan pesawat kargo.

747SP

747SP atau 'Special Performance,' diperkenalkan pada tahun 1976. Seri ini dikeluarkan untuk menyaingi Douglas DC-10 dan Lockheed L-1011 TriStar dan karena Boeing tidak ada pesawat berbadan lebar ukuran sederhana untuk bersaing dengan DC-10 dan Tristar. Biaya konstruksi 747 dan 737 yang tinggi pada akhir 1960 menyebabkan Boeing tidak mampu untuk membuat pesawat baru dan karena itu model 747 diperpendek dan dirancang ulang supaya kecepatan dan jarak maksimum disesuaikan dengan kapasitasnya. Seri SP, dengan konfigurasi 3-kelas, mampu membawa 220 penumpang dan terbang sejauh 10.500 km dengan kelajuan 980 km/jam.

747SP adalah satu-satunya pesawat yang mampu terbang dengan jarak terjauh, sampai kemunculanAirbus A340. Penerbangan yang menggunakan model ini antara lain adalah American Airlines, Pan Am, dan Qantas, karena kemampuan seri ini untuk terbang melintasi Lautan Pasifik memenuhi keperluan penerbangan-penerbangan ini untuk terbang ke Tokyo. South African Airways juga menggunakan 747SP untuk rute penerbangan dari Johannesburg ke London, ketika rezim apartheid berkuasa, maskapai ini tidak diperbolehkan untuk terbang melintasi negara-negara Afrika lainnya dan menyebabkan South African Airways cukup kerepotan, dan SP adalah penyelesaiannya.

Meskipun memiliki kemampuan istimewa, penjualan SP tidak seperti yang diharapkan, dimana hanya 45 buah yang terjual, dimana kebanyakan beroperasi untuk pernerbangan di Timur Tengah dan Afrika.

Salah satu modifikasi spesial 747SP adalah pengamat astronomi SOFIA yang membawa teleskop inframerah yang berdiameter 2,5 meter. Sebelum dimodifikasi, pesawat tersebut dioperasikan oleh Pan Am dan dinamakan "Clipper Lindbergh".

747-300

Pada mulanya, model 747-300 direncanakan untuk menjadi pesawat 'trijet' versi 747SP. Tetapi disebabkan permintaan yang kurang banyak, rencana ini dilupakan saja.

Yang kemudian terjadi, 747-300 menjadi satu model baru untuk Boeing dan diperkenalkan pada tahun 1980. 747-300 adalah model pertama 747 dengan dek atas diperbesar untuk menambah kapasitas 747-400


British Airways 747-400 mendekati San Francisco Airport

747-400 adalah model 747 terbaru Boeing, dan satu-satunya seri yang dibuat hingga saat ini. Antara perubahan yang nyata ialah perpanjangan sayap sebanyak 2 meter dan penambahan 'winglet' / lentik di ujung sayap sepanjang 2 meter. 747-400 memasuki pasaran pada tahun 1989 dengan klien pertama Northwest Airlines.

Seri 400 dibuat dalam bentuk penumpang sepenuhnya, 'combo' (747-400M) dan kargo (747-400F). Seri domestik untuk pasaran Jepang yaitu 747-400D, adalah pesawat penumpang dengan kapasitas tertinggi di dunia, sampai kemunculan A380, dan 747-400D dapat ditukar menjadi pesawat jarak jauh bila diperlukan.

747-400ER ialah seri 400 yang mampu terbang dengan jarak yang terjauh didalam model 747. 747-400ER juga datang dalam bentuk kargo sepenuhnya iaitu 747-400ERF. Satu rencana kini sedang dipersiapkan untuk model terbaru iaitu 747-400XQLR, kini ditukar menjadi 747 Advanced, yang mampu terbang dengan jarak yang lebih jauh.

Pesawat kargo 747

Boeing mengumumkan pada Oktober 2003 bahwa komponen-komponen untuk 7E7/787 , yang dibuat diseluruh dunia, akan diterbangkan ke Everett, Washington untuk digabungkan. Untuk mengangkut komponen-komponen tersebut, Boeing membuat modifikasi terhadap 747-400 menjadi pesawat kargo.

Waktu pengantaran dapat dipersingkat menjadi 30 hari dengan menggunakan satu 747. Ini cukup penting karena sayap 787 dibuat di Jepang. [2] [3]

747X

747X adalah satu rencana untuk membuat seri 747 dengan menambah luas dek atas, sama seperti 757-500. Tetapi rencana ini ditolak setelah pembangunan 747Adv di dalam proses.

747 Advanced

Boeing sekarang ini membuat satu usaha sama dengan perusahaan pernerbangan untuk membuat seri terbaru 747, Boeing 747 Advanced yang akan menggunakan kokpit dan mesin yang sama dengan 7E7/787. 747 dibuat untuk terbang dengan lebih tidak berisik, lebih ekonomis dan ramah lingkungan. 747 Advanced berkapasitas 500 penumpang dengan konfigurasi 3-kelas dan mampu terbang sejauh 18.816 km dengan kecepatan 0.86 Mach.

Mesin

All About Boeing 737

Boeing 737 adalah pesawat komersial untuk penerbangan jarak dekat dan sederhana. Pertama kali dibuat pada tahun 1967, Boeng 737 adalah produk Boeing yang paling berhasil dengan penjualan sebanyak 5000 buah.

Pada era 60-an, pesawat penumpang berkapasitas rendah dan jarak dekat dijuarai oleh BAC 1-11 dan Douglas DC-9. Boeing ketika itu dapat dikatakan tertinggal dibanding dengan pesaing-pesaingnya dalam pembuatan pesawat berjarak dekat. Pada 1964, Boeing memulai program pembuatan 737 tetapi, untuk menghemat waktu Boeing menggunakan rancangan Boeing 707 dan Boeing 727 dalam pembangunan 737. Hal ini adalah satu kelebihan bagi 737 karena lebar fuselage 737 yang didesain ini mampu memuat enam tempat duduk, lebih satu dari BAC 1-11 dan Douglas DC-9.


Boeing 737 maskapai Astraeus.

737-100 adalah desain pertama Boeing dan karena bentuknya yang pendek dan gemuk, Boeing menggelarkannya "FLUF" untuk 'Fat Little Ugly Fella' di mana pada masa yang sama, industri penerbangan memanggilnya 'Baby Boeing'. Seri -100 dan -200 dapat dibedakan dengan seri-seri yang lain dengan melihat kedudukan mesinnya yang bercantum dengan sayap pesawat. Manakala Pratt and Whitney JT8D adalah mesin asal untuk model ini

Penerbangan perdana 737 (sebuah pesawat seri 100) dilaksanakan pada 9 April 1967 dan penerbangan komersial pada Februari 1968 oleh Lufthansa. Bagi 737-200, penerbangan perdananya ialah pada 8 Agustus 1967. Akan tetapi, hanya 30 pesawat 737-100 saja yang digunakan.


Kokpit 737 awal ditampilkan di Museum of Flight di Seattle, Washington

Pada awal 1980, 737 mengalami perubahan yang besar, yaitu penggantian mesin 737 dari JT8D keCFM56. Namun, mesin ini terlalu besar dibandingkan dengan JT8D, sehingga harus dipasang dibawah sayap. Bagian bawah mesin ini terpaksa diratakan untuk tujuan kelegaan tempat. 737-300 mulai beroperasi pada tahun 1984.

Pada 1990 pula, kemunculan Airbus A320 yang dilengkapi dengan teknologi tinggi merupakan satu saingan baru bagi 737. Dan pada tahun 1993 Boeing memulai pembangunan '737 - X Next Generation (NG)'. Program ini adalah untuk pembinaan seri -600, -700, -800 dan -900.

Dalam pembuatan NG ini, perubahan dilakukan dengan merancang sayap baru, peralatan elektronik yang baru dan rancangan ulang mesin pesawat. 737 NG dilengkapi dengan teknologi-teknologi dari Boeing 777, tingkap kokpit berteknologi tinggi, sistem dalaman pesawat yang baru (diambil dari 777), dengan penambahan berupa 'wingtip' sehingga menjadi sayap lawi yang mengurangi biaya bahan bakar dan memperbaiki proses 'take-off' pesawat. Pesawat 737 NG boleh dikatakan sebagai sebuah model baru kerana ciri-cirinya yang banyak berbeda dengan seri-seri yang lama.

Pada tahun 2001, Boeing membuat 737-900 yang mampu terbang lebih jauh dam menampung penumpang lebih banyak dari 707.

Pada varian terbaru, yaitu Boeing 737-900 ER (Extended Range), cockpitnya telah dilengkapi dengan HUD (Head Up Display). Peralatan ini biasanya dipakai pada pesawat militer / pesawat tempur. Fungsinya adalah untuk mempermudah pilot dalam menentukan kemiringan pesawat baik secara vertikal maupun horizontal. Pesawat ini menggunakan layar LCD yang terpadu dalam bentuk glass cockpit. Pesawat ini menggunakan Glass Cockpit secara menyeluruh. Sistem Glass cockpit ini dipercaya akan menjadi trend bagi pesawat-pesawat baru. Lion Air merupakan launch customer pesawat ini.

Variasi :

Seri-seri 737 dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

  • Original: the 737-100 dan -200 (Dibangun dalam 1967 - 1988)
  • Klasik: the 737-300, -400, dan -500 (Dibangun dalam 1983 - 2000)
  • 'Next-Generation' (atau 737 NG): 737-600, -700, -800, dan -900 (Dibangun dari 1997 - )

Variasi juga terdapat dalam separuh pesawat dalam generasi yang sama:

  • 737-100 — terkecil, model pertama
  • 737-200 — seri -100 yang dipanjangkan untuk memenuhi pasaran Amerika Serikat
  • 737-500, 737-600 — seri pendek untuk -300 dan -700
  • 737-300, 737-700 — model baru, seperti 737-200 yang dipanjangkan
  • 737-400, 737-800 — seri yang dipanjangkan untuk digunakan untuk penerbangan ulang alik dan kegunaan korporat
  • 737-900 dan 900X — versi terbaru yang dipanjangkan
  • 737-700IGW, 737-800ERX — variasi untuk kegunaan militer(lihat #Variasi Militer).

Terdapat juga variasi 737 yang lain yaitu Boeing Business Jet (BBJ dan BBJ2). Desain ini berdasarkan seri -700 tetapi sayapnya disesuaikan dengan sayap seri -800, sedangkan BBJ2 adalah berdasarkan 737-800. BBJ berupaya untuk terbang lebih jauh dan kebanyakan pesawat ini digunakan untuk pesawat pribadi para eksekutif perusahaan besar dan pesawat pemerintahan di dunia.

Variasi Militer

737 juga terdapat didalam beberapa variasi untuk kegunaan militer.


Statistik

  • Kecepatan Terbang: Mach 0,74, 420 knots (780 km/h) (Original & Klasik)
  • Kecepatan Terbang: Mach 0,78, 440 kt (815 km/h) (NG)
  • Mesin: 2 mesin turbofan, antara 64,4 kN sampai 117,3 kN per mesin
  • Jangkauan jelajah maksimum:
    • 3.050 mil laut (5.650 km) (600)
    • 3.060 mil laut (5.670 km) (700, 800)
    • 2.745 mil laut (5.080 km) (900)
  • Jarak dari ujung sayap kiri ke ujung sayap kanan: antara 28,3 m sampai 34,3 m (93,0 kaki - 112,6 kaki) (36 m untuk sayap lawi bagi -700, -800, -900)
  • Panjang:
    • 31,2 m (102,5 kaki) (600)
    • 39,5 m (129,5 kaki) (700, 800)
    • 42,1 m (138,2 kaki) (900)
  • Ketinggian ekor pesawat:
    • 12,6 m (41,3 kaki) (600)
    • 12,5 m (41,2 kaki) (700, 800, 900)
  • Berat maksimum saat lepas landas(takeoff):
    • 65.090 kg (143.500 lb) (600)
    • 79.010 kg (174.200 lb) (700, 800, 900)
  • Kapasitas: 85 hingga 189 penumpang
  • Biaya: USD $44 juta hingga $74 juta menurut daftar harga 2004 [1]
  • Autopilot, display, navigasi and sensor oleh Honeywell
  • Seksi 41, fuselage, dan sebagian besar bagian dibuat di Wichita, Kansas. Perakitan terakhir di Seattle-Renton, Washington.

Kecelakaan

Kecelakaan terakhir