Jumat, 27 November 2009

Sejarah bandara kemayoran

Bandara Kemayoran sempat menjadi bandara internasional di Jakarta. Namanya tenggelam sejak peresmian Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma. Makin menghilang lagi karena ditutup tahun 1985 . Padahal Bandara Kemayoran menyimpan sejarah unik bagi perkembangan dunia dirgantara Indonesia dan menjadi saksi bisu beroperasinya pesawat terbang baik sipil maupun militer mulai dari yang bermesin piston, turboprop dan sampai jet.

Bandara Kemayoran diresmikan sebagai lapangan terbang internasional pada tanggal 8 Juli 1940 dan dikelola oleh KNILM (Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappy)--yang sekaligus menjadi kepanjangan tangan dari Maskapai KLM Belanda-- dimana proyek pembangunannya telah dimulai sejak enam tahun yang lalu oleh pemerintah Hindia Belanda.

Pesawat pertama yang mendarat adalah DC-3 KNILM beregistrasi PK-AJW, dua hari sebelum pembukaan resmi. Take off dari lapangan udara Cililitan (sekarang bandara Halim Perdanakusuma) sebagai tes awal operasional bandara dan diikuti sehari sesudahnya pesawat take off dari Kemayoran dan terbang menuju Australia.

Saat peresmian Bandara Kemayoran, KNILM menggelar armada miliknya. Di apron bandara terdapat pesawat komersial DC-2, DC-3, Fokker VII Trimotor, Grumman Amphibian G-21 Goose, de Havilland DH-89 Dragon Rapide, dan Lockheed L-14. Praktis seluruh pesawat itu menjadi penghuni pertama Bandara Kemayoran.

Tanggal 31 Agustus ditahun yang sama disenggarakan pameran udara / aeroshow pertama di Hindia Belanda. Berbeda dengan Paris Salon Le Bourget, yang memang resmi dan terjadwal, Kemayoran Airshow ini diselenggarakan untuk memperingati hari ulang tahun Raja Belanda. Selain digelar armada KNILM, dimeriahkan juga oleh pesawat ringan dari aeroklub Batavia, diantaranya Buckmeister Bu-131 Jungmann, DH-82 Tigermoth, Pipercub dan Walraven W-2, pesawat buatan lokal.

Basis Sipil dan Militer

Saat pecah perang Pasifik, bandara Kemayoran menjadi base militer Militaire Luchtvaart selain masih dioperasikan untuk penerbangan sipil. AU Hindia Belanda menggelar pesawat tempur Koolhoven FK-51, Brewster Buffalo, dan Curtiss Hawk, sementara pesawat angkut adalah Douglas DC-3, Fokker CX, Lockheed Loadstar yang mengangkut bantuan dan peralatan dari Australia, dan untuk pesawat pembom tercatat tipe Glenn Martin B-10 dan Boeing B-17 Flying Fortress dari US Army Airforce. Tanggal 9 Februari 1942, guna mendukung pertempuran Laut Jawa, armada udara kekaisaran Jepang memulai kampanye udara dengan menyerbu bandara Kemayoran dan menghancurkan dua DC-5 dan sebuah Fokker F-VII KNILM serta dua pesawat tempur Buffalo. Sementara dua DC-2, dua DC-3, dua DC-5, dan empat Lockheed L-14 milik KNILM berhasil mengungsi ke Australia.

Saat penyerahan tanpa syarat 8 Maret 1942, bandara Kemayoran menjadi base pesawat militer Jepang. Mulai dari pesawat tempur legendaris A6M Zero dan Nakajima Ki-43 Hayabusa, pesawat angkut Nakajima L2D (lisensi DC-3), serta pesawat latih Tachikawa K-9 Churen dan K-36 Chukiu.

Ketika Jepang kalah perang tiga setengah tahun kemudian, kembali pesawat milter Sekutu dan AU Belanda singgah kembali disana. Beberapa pesawat tipe baru muncul mulai dari Spitfire, B-25 Mitchell, P-51 Mustang, P-40 Warhawk, pembom Liberator, DH98Mosquito, Handley Page Hasting, dan pesawat angkut C-46 Commando. Sementara pesawat angkut multi mesin mulai meramaikan bandara seperti Douglas DC-4, DC-6, Boeing Stratocrusier, dan Lockheed Constellation. Setelah pengakuan kedaulatan, giliran armada Garuda Airways juga menjadi penghuni Kemayoran. Dari DC-3 diikuti Convair 240, 330, dan 440. Selain itu tercatat pula pesawat ampibi Grumman Albatros, Saab 91 Safir, DHC-3 Otter, Aero Commander, Ilyushin Il-14, pesawat latih tipe Cessna, dan banyak lagi serta tidak ketinggalan produk Nurtanio, pesawat Sikumbang, Belalang dan Kunang.

Pada era 1950-an adalah kejayaan pesawat mesin piston, sementara era 1960-an adalah kejayaan mesin turboprop dan jet. Pada periode 1962-1964 itulah pengelolaan bandara dari Djawatan Penerbangan Sipil Indonesia diserahkan kepada BUMN yang bernama Perusahaan Negara Angkasa Pura Kemayoran. Tipe pesawat yang hadir semakin semarak dengan kehadiran airlines dari luar dan dalam negeri. Pesawat Garuda pun juga termasuk didalamnya mulai Lockheed L-188 Electra dan jenis jet seperti Convair CV990A, DC-9, dan Fokker F28 yang memanfaatkan landasan Barat-Timur Kemayoran sepanjang 1.85 km. Sedangkan buat AURI (kini TNI AU) era 60-an merupakan masa jayanya dan memanfaatkan Kemayoran menjadi base tempur pesawat jet sebelum lanud Iswahyudi diperkokoh dan diperpanjang. Berkat landasan Utara-Selatan sepanjang 2.475 km mulai dari tipe pesawat jet pertama DH115 Vampire, MiG-15UTI, MiG-17 (skuadron tempur 11), MiG-19 (skuadron tempur 12), dan MiG-21 (skuadron tempur 14) serta armada bomber Il-28 (skuadron bomber 21 dan 22) dan Tu-16 (skuadron bomber 41 dan 42) juga sempat bernaung disana.

Tahun 1970-an merupakan era pesawat komersial badan lebar dan berteknologi canggih. Tipe McDonnell Douglas DC-10 dan Airbus A300 pernah beroperasi di Kemayoran. Pada era itu Kemayoran sebagai bandara Internasional memang sibuk dan mencapai titik klimaksnya pada awal 1980-an mencapai lebih dari 100 ribu penerbangan pertahun dengan kapasitas penumpang mencapai 4 juta orang. Karena itulah untuk membagi beban, pemerintah membuka bandara Halim Perdanakusuma mulai tanggal 10 Januari 1974 sebagai bandara internasional kedua. Sebagian penerbangan memang pindah tapi untuk kebanyakan penerbangan domestik masih dipegang Kemayoran. Operasi bandara semakin menurun saat bandara Internasional Soekarno Hatta di Cengkareng selesai dibangun dan ditetapkan sebagai pintu gerbang Jakarta tanggal 1 April 1985.

Saat Terakhir

Tanggal 31 Maret 1985 ditetapkan sebagai tanggal berhenti beroperasinya Bandara Kemayoran. Kemayoran ditutup karena sudah dianggap tidak layak lagi sebagai bandar udara mengingat letaknya agak ditengah kota dan demi pembangunan wilayah Jakarta Utara dan sekitarnya. Setelah ditutup, suasana masih tetap seperti sedia kala walau tanpa operasi dan aktivitas penerbangan. Meskipun demikian Kemayoran tetap jadi perhatian saat perhelatan Indonesia Air Show dilakukan setahun setelahnya yaitu tanggal 22-23 Juni 1986. Saat airshow berlangsung berbagai atraksi dipamerkan termasuk pesawat angkut turboprop buatan IPTN dan Casa Spanyol, CN-235 diperkenalkan ke publik untuk pertama kalinya.

Setelah resmi ditutup, area bandara Kemayoran seluas 454 ha diambil alih oleh pemerintah dari Perum Angkasa Pura I, sebagai aset negara berdasarkan Perpu No. 31 tahun 1985. Area bandara dipercayakan pemanfaatannya oleh Badan Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) berdasarkan Kepres No. 53 tahun 1985 junto Kepres No. 73 tahun 1999 dengan pelaksana harian Direksi Pelaksanaan Pengendalian Pembangunan Komplek Kemayoran (DP3KK). DP3KK inilah yang melaksankan tugas bersama-sama dengan pihak swasta membangun bangunan pertama berupa rumah susun (jalan Dakota) di bekas apron bandara tahun 1992, cikal bakal proyek Kota Baru Bandar Kemayoran.

Saat itu masih terlihat kokoh berdiri sisa-sisa hangar kejayaan Kemayoran. Sementara terlihat beberapa onggokan pesawat jenis latih Aeroclub Indonesia tipe Piper PA-28 PK-SWR dan Piper PA-32 PK-SBW serta Piper PA-32-300 PK-OAA dari Safari Air masih ada disana. Plus sisa-sisa armada airline kargo Bayu Indonesia Air dari tipe Canadair CL-44 PK-BAW dan dua pesawat DC-6 yaitu PK-BAX “Nakula” dan PK-BAY “Sadewa” serta tidak ketinggalan Dakota PK-VJS dari Dirgantara Air Service.

Kepentingan Bisnis

Eks bandara Kemayoran dengan letaknya yang stategis menjadi rebutan bagi pengusaha properti dan kontraktor, layaknya semut mengerubungi gula. Sayangnya banyak proyek tersangkut KKN dan batal akibat krisis moneter tahun 1998. Sebagai contoh pembangunan Kondominium Taman Kemayoran yang terletak di sisi timur jalan utama Benyamin Sueb (jalan utama bekas landas pacu Utara-Selatan) yang melibatkan direktur developer PT. Duta Adiputra, Seno Margono dan mantan DP3KK Hindro Tjahyono. Keduanya bersepakat untuk mengubah perjanjian yang semula atas nama pemerintah menjadi hak guna bangunan. Sertifikat itulah yang dipakai untuk jaminan kredit senilai 48 milyar rupiah. Menurut pengadilan tindakan mereka ini telah merugikan negara sebesar 9.375 juta dollar AS dan dikenakan hukuman penjara masing-masing 5 dan 6 tahun plus uang pengganti 9.1 milyar rupiah dan menyita kondominium yang telah dibangun.

Sementara proyek Menara Jakarta setinggi 558 m yang dibangun atas kerjasama pengusaha Sudwikatmono, Prajogo Pangestu, dan Henry Pribadi melalui PT. Indocitra Grahabawana, Telkom, Indosat, dan TVRI akhirnya kandas akibat badai krismon. Padahal rencana pembangunan telah dimulai dan diresmikan oleh Menteri Pariwisata, Joop Ave bulan Agustus 1997. Menara yang berfungsi juga sebagai menara komunikasi--sering dijuluki oleh pengkritik sebagai menara kesenjangan--dan diharapkan mampu menjadi trademark Jakarta setelah Monas, ternyata layu sebelum berkembang. Sama dengan pembangunan Apartemen Istana Kemayoran dengan developer PT. Setiabhakti Mayapersada dan PT. Raka Utama, yang gagal dibangun akibat dollar melangit. Padahal sekitar 300 konsumen telah membayar uang muka dengan dollar pula. Akhirnya Januari 1999, pengembang memutuskan mengembalikan uang tapi dalam rupiah dan tanpa bunga. Jelas banyak yang protes dan mengadu ke pengadilan walaupun tampaknya kasus ini tidak jelas penyelesaiannya.

Sekarang ini di kawasan Kota Baru Kemayoran telah berdiri Mega Glodok Kemayoran, RS Mitra Kemayoran, Mesjid Kemayoran, dan deretan apartment seperti The View, Mediterenia Kemayoran, dan Puri Kemayoran. Selain itu perhelatan atau event akbar juga digelar disini diantaranya Pekan Raya Jakarta dan dibuka tiap tahun pada ulang tahun Jakarta selama sebulan serta juga untuk pameran teknologi militer Indodefence yang direncanakan setidaknya dua tahun sekali. Belum lagi sekolah internasional seperti Gandhi dan Universal School juga didirikan. Lengkaplah sudah fasilitas Kota Baru Kemayoran, sebuah konsep kota didalam kota.

Agak menyedihkan memang melihat nasib lahan bekas bandara internasional yang cukup disegani nyaris tidak ada bekasnya lagi bahwa dulu tempat ini pernah menjadi bandara. Walaupun wilayah Kemayoran nantinya diharapkan menjadi pusat perdagangan internasional alangkah baiknya jika pemerintah daerah juga mengenang Kemayoran sebagai bandara dengan mendirikan museum dirgantara misalnya jangan hanya untuk kepentingan bisnis semata. Selain untuk menambah daya tarik Jakarta, juga sekaligus memberikan kenangan dan catatan kepada generasi seterusnya untuk meninggatkan bahwa didaerah ini pernah berdiri bandara Kemayoran.(Sudiro Sumbodo, 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar